Oleh : Alvi Aulia Shofyani
Dilansir dari situs resmi Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2015 jumlah penduduk di pulau jawa sebanyak 145.143.000 jiwa, dan pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 152.449.000 jiwa. Itu artinya, sebanyak 60% penduduk Indonesia bermukin di Pulau Jawa. Padahal jika dilihat dari luas pulau Jawa itu sendiri, luasnya hanya sekitar 7 % dari luas wilayah Indonesia. Terlihat bahwa telah terjadi ketimpangan antara banyaknya penduduk di pulau Jawa dengan penduduk luar Jawa. Kesenjangan penduduk inilah yang menyebabkan muncunya ketimpangan-ketimpangan dalam bidang lainnya. Seperti pada kesenjangan dalam bidang pendidikan.
Pada tahun 2018, berdasarkan data Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Ristek Dikti), ada sebanyak 4.670 unit perguruan tinggi di Indonesia, angka ini meliputi 2.230 unit Perguruan Tinggi di Jawa, dan 2.440 Perguruan Tinggi di luar Jawa. Dari data tersebut artinya sebanyak 48 % Perguruan Tinggi berada pulau Jawa. Perguruan Tinggi tersebut terdiri dari Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi, Akademi Komunitas dan Politeknik, baik negeri maupun swasta.
Menurut data Badan Akreditasi Nasional (BAN-PT) tahun 2018, di Jawa sendiri sudah lebih dari 50 Perguruan Tinggi yang Terakreditasi A. Sedangkan di luar jawa hanya ada 16 PT yang menyandang status Akreditasi A. Itupun hanya PTN. Artinya, PTS di luar Jawa belum ada yang Terakreditasi A.
Kesenjangan ini bukan hanya terjadi pada jumlahnya saja, namun juga pada kualiatas mahasiswa, dosen dan kampusnya. Seperti pada program Pelajar Pelopor Keselamatan (PPK) Transportasi darat yang diselenggarakan oleh Direktorat Pembinaan Keselamatan Transportasi Darat, Kementerian Perhubungan RI. Pemenang program tersebut selalu didominasi oleh mahasiswa pulau Jawa. Hal ini mungkin terjadi karena keterbatasan informasi mengenai program tersebut dan juga keterbatasan anggaran dari pemerintah. Maklum, banyak daerah untuk sektor perhubungan hanya satu persen saja dari total APBD. Para juri selalu berharap muncul pemenang baru dari luar jawa, namun harapan itu selalu hampa. Bahkan kemampuan presentasi peserta selalu ada kesenjangan. Terutama dalam hal pembuatan materi yang menarik dan penggunaan IT.
Melihat kondisi yang demikian, saya selaku penulis ingin memberikan opini terhadap masalah tersebut. Upaya perbaikan harus dimulai dengan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), dan peningkatan infrastrukturnya. Peningkatan kualitas SDM dapat dilakukan dengan mengirim dosen-dosen dari Jawa ke luar Jawa. Karena di Jawa sendiri sudah cukup banyak dosen atau tenaga pendidik. Alangkah baiknya bila dosen-dosen di Jawa turut andil dalam memeratakan pendidikan dengan cara mentransfer lmunya ke daerah-daerah. Karena dosen merupakan elemen penting dalam menyukseskan Pendidikan Tinggi. Para dosen diharapkan mampu mendidik secara profesional. Selain itu mereka juga harus bisa memotivasi mahasiswanya untuk terus berkembang.
Selain dengan mengirim dosen ke luar Jawa, sistem online learning juga dapat dilakukan. Seperti program yang telah dilaksanakan oleh pemerintah dan beberapa Perguruan Tinggi sejak tahun 2013, yaitu kuliah daring. Sejak tujuh tahun silam, pemerintah bersama beberapa perguruan tinggi meluncurkan Portal Pendidikan Daring Terbuka Dan Terpadu (PDITT) di lima Universitas (UGM, UI, ITB, ITS dan BINUS). Kelima Perguruan Tinggi tersebut menjadi pionir dari sistem kuliah daring ini. Dengan adanya kuliah daring atau onine learning, diharapkan mahasiswa dapat mengakses materi kuliah di mana saja dan kapan saja. Tidak hanya mahasiswa kampusnya saja yang dapat mengakses materi, namun mahasiswa dari seluruh indonesia juga dapat menggunakan portal tersebut.
Pemerintah perlu meningkatkan anggaran PT untuk luar jawa. Sepeti memperbesar alokasi dana untuk mahasiswa agar lebih sering mengadakan kegiatan ilmiah dan study banding ke Jawa. Karena banyak mahasiswa yang ingin melakukan lomba atau study banding, namun terbentur oleh biaya. Tak hanya dana untuk mahasiswanya, pemerintah perlu meningkatkan sarana dan prasarana di kampus luar jawa. Seperti menambah dan memperbaiki perpustakaan, laboratorium, tempat ibadah dan fasilitas kampus lainnya. Miris rasanya bila kita lihat bahwa satu perpustakaan yang ada di daerah sama besarnya dengan perpustakaan yang ada dalam satu fakultas Perguruan Tinggi di Jawa.
Memperkaya relasi antar suku bangsa di indonesia juga penting dilakukan sebagai ikhtiar para mahasiswa. Dengan kecanggihan teknologi saat ini, sudah tidak ada jarak yang memisahkan antara satu pulau dengan pulau yang lain. Semua terkoneksi dengan adanya internet. Para mahasiswa luar jawa dapat belajar dan bertukar pikiran dengan mahasiswa di pulau jawa. Apalagi sekarang sudah banyak komunitas, grup ataupun forum mahasiswa seluruh indonesia. Jadikan komunitas itu untuk mengembangkan diri dan berbagi ilmu satu dengan yang lainnya. Karena sebaik-baiknya ilmu adalah yang diamalkan ke orang lain.
Memang butuh waktu yang cukup lama untuk memeratakan pendidikan di indonesia. Terlebih tingginya angka kemiskinan, pengangguran dan putus sekolah menjadi salah satu penyebab kesenjangan di negeri ini. Maka dari itu pemerintah dan warga negaranya perlu bahu-membahu dan bekerja-sama menyongsong masa depan bangsa yang cerah. Karena Tanpa adanya affirmative action dari pemerintah, kesenjangan PT di jawa dan luar jawa tetap lebar.
Demikian opini yang dapat saya sampaikan. Harapan saya semoga solusi ketimpangan kualitas Perguruan Tinggi Jawa dan luar Jawa dapat teratasi dengan baik. Hal ini juga harus didukung dengan meminimalisir unsur Jawanisasi. Apabila unsur jawanisasi di negara kita masih melekat, maka sulit sekali untuk menyeimbangkan ketimpangan di negeri ini.