Oleh : Nazifpri Etrariadi
(Mahasiswa Universitas Andalas, Padang)
Pada bulan Mei tahun ini, tepat 61 tahun sudah pemerintah menetapkan hari kelahiran Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959. Tentunya semangat ini tiap tahun selalu digembor-gemborkan oleh masyarakat Indonesia, khususnya insan pendidikan tinggi di Indonesia. Di balik euforia semarak Hardiknas yang masih panas, muncul sebuah pertanyaan di benak saya sebagai salah satu insan pendidikan tinggi di bumi pertiwi ini, apakah pendidikan tinggi sudah Indonesia merata, terkhusus pendidikan tinggi di luar Pulau Jawa? Karena Suistainable Development Goals pada poin ke empat mengamanatkan bahwa Indonesia sebagai bagian dari dunia harus memperhatikan kualitas pendidikan yang baik (quality education) yang memang merata, apakah sudah terwujud?
Hal ini didasarkan oleh fakta di lapangan bahwa sekarang ini pendidikan tinggi yang “memang benar-benar” pendidikan tinggi hanya terlihat pada institusi pendidikan Pulau Jawa. Sebagai contoh data yang bisa saya sampaikan di sini adalah pemeringkatan institusi pendidikan tinggi versi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) pada tahun 2019 menunjukkan bahwa hanya ada satu perguruan tinggi di luar Pulau Jawa, yaitu Universitas Hasanuddin (Unhas) di Sulawesi Selatan yang masuk ke dalam sepuluh besar perguruan tinggi terbaik di Indonesia. Aspek yang dinilai pada data yang dirilis oleh Kemristekdikti ini adalah kinerja input (15 persen), proses (25 persen), kinerja (25 persen), dan outcome (35 persen)[1]. Kalau kita lihat dari sejarah Unhas sendiri, Unhas merupakan perguruan tinggi tertua di luar Pulau Jawa yang lahir pada tahun 1956[2]. Pastilah track record dari kampus tertua di luar Pulau Jawa ini sudah banyak.
Dari sisi peminat perguruan tinggi, saya mengambil contoh pada data perguruan tinggi yang paling diminati oleh calon mahasiswa baru jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2020 juga menunjukkan bahwa hanya ada satu perguruan tinggi di luar Jawa yang masuk dalam sepuluh besar perguruan tinggi yang diminati calon mahasiswa. Menurut hemat pribadi saya menilai bahwa satu hal pasti yang menyebabkan tingginya minat perguruan tinggi Pulau Jawa karena kualitasnya yang memang terbukti “pancen oye”. Alasan lainnya mengapa perguruan tinggi Pulau Jawa diminati menurut hemat saya adalah Jawa merupakan pusat informasi dari negeri ini.
Sebagai mahasiswa yang juga mengenyam ilmu di salah satu perguruan tinggi di luar Pulau Jawa, saya mendapatkan beberapa kelemahan yang ada pada perguruan tinggi di luar Pulau Jawa antara lain pendidikan tinggi luar Pulau Jawa jarang sekali untuk memutakhirkan referensi yang dimiliki oleh perpustakaan perguruan tinggi tersebut, banyaknya dosen yang masih awam tentang penggunaan teknologi, minimnya akses informasi institusi pendidikan yang diberitahukan kepada pihak luar kampus, mahasiswa yang hanya kuliah untuk mencari nilai semata, dan lain sebagainya. Alasan ini ternyata mempunyai korelasi positif dan erat kaitannya dengan pembangunan masih terpusat di Pulau Jawa.
Faktor eksternal ikut serta mendorong lambatnya perkembangan pendidikan tinggi di luar Pulau Jawa, misalnya kurangnya ketertarikan pemerintahan suatu daerah di luar Pulau Jawa untuk mengadakan kerja sama riset dengan perguruan tinggi ada di daerahnya sendiri, malah ada yang “tidak sadar” dengan perguruan tinggi tersebut dan cenderung tertarik melakukan kerja sama riset dengan perguruan tinggi di Pulau Jawa, tentu hal ini membuat perguruan tinggi di luar Pulau Jawa semakin tidak berkembang. Faktor lainnya adalah kurangnya stimulus yang menyebabkan calon mahasiwa untuk bisa yakin mendaftar ke perguruan tinggi di luar Pulau Jawa, dalam hal ini adalah minimnya beasiswa yang tersedia untuk perguruan tinggi di luar Pulau Jawa. Umumnya institusi pemberi beasiswa malah cenderung tertarik mengadakan kerja sama dengan perguruan tinggi di Pulau Jawa, sehingga makin menarik calon mahasiswa untuk mendaftar pada perguruan tinggi di Pulau Jawa.
Hal ini mestinya menjadi fokus kita semuanya untuk bisa membenahi permasalahan ini. Pemerintah Pusat sebagai pemegang kendali kebijakan, mesti memberikan kebijakan bagaimana nantinya pendidikan tinggi di luar Pulau Jawa bisa menjadi perguruan tinggi “yang benar-benar perguruan tinggi” misalnya membuka pendidikan kedinasan pegawai negeri sipil di luar Pulau Jawa. Bagi pemerintah daerah di luar Pulaun Jawa hendaknya juga menyadari potensi pendidikan tinggi terdekatnya, karena dengan pemerintah daerah membuka kerja sama dengan institusi pendidikan akan memunculkan potensi program studi “unik” yang hanya ada pada perguruan tinggi bisa bermunculan. Lalu, institusi yang menjadi salah satu penyokong minatnya calon mahasiwa, dalam hal ini institusi pemberi beasiswa hendaknya mendorong untuk menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi di luar Pulau Jawa.
[1] https://edukasi.kompas.com/read/2019/08/22/07150001/top-100-universitas-terbaik-nasional-2019?page=all diakses pada 9 Mei 2020.
[2] http://www.unhas.ac.id/proposed/content/sejarah-singkat diakses pada 9 Mei 2020.