CALL US NOW 08 123 123 30 71
DONASI

Optimalisasi Student Centered Learning sebagai upaya peningkatan kualitas kompetensi lulusan Perguruan Tinggi di Indonesia

 

Oleh: Zainudin Hasan*

 

Perguruan Tinggi merupakan institusi yang paling bertanggungjawab untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Perguruan Tinggi pula yang memiliki kewajiban untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi unggul di dunia kerja. Lulusan yang berkualitas unggul akan senantiasa menjadi secercah cahaya dimanapun ia berada. Dalam dunia kerja, lulusan yang berkualitas akan memiliki kompetensi yang mampu menguasai bidang-bidang keahlian yang dikuasainya dan siap bersaing dengan lulusan perguruan tinggi manapun. Dilain kesempatan, pada saat lapangan kerja terbatas, lulusan perguruan tinggi yang memiliki kompetensi unggul tidak akan kesulitan untuk bisa melahirkan peluang-peluang usaha serta berkompetisi dengan lulusan perguruan tinggi manapun. Apalagi pada masa revolusi industri 4.0 ini kompetisi semakin ketat, dengan adanya lulusan perguruan tinggi luar negeri dalam dunia kerja sehingga persaingan antar negara semakin nyaris tanpa ada sekat geografis (borderless).

Sebagai tumpuan peradaban bangsa, perguruan tinggi harus mampu melahirkan sarjana-sarjana berkualitas, unggul, dan berdaya saing. Hal ini tentu saja tidak bisa lepas dari solusi perbaikan pendidikan tinggi itu sendiri. Hal yang akan saya coba soroti adalah terkait solusi peningkatan kualitas kompetensi lulusan perguruan tinggi yang merupakan output dari sebuah sistem metode pembelajaran. Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk meningkatkan keunggulan kompetitif lulusan perguruan tinggi akan sangat erat kaitannya dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang notabene tidak bisa dilepaskan dari peran pendidikan dalam hal ini perguruan tinggi. Peningkatan kualitas sumber daya manusia khususnya kualitas kompetensi lulusan wajib menjadi fokus utama sistem pendidikan nasional, terutama yang berkaitan dengan penyelenggaraan proses pendidikan oleh lembaga pendidikan. Lulusan perguruan tinggi yang berkualitas akan terserap oleh dunia kerja yang pada gilirannya akan memberikan implikasi pada terciptanya keunggulan kompetitif nasional.

Ada sebuah metode pembelajaran berdasarkan hasil penelitian dan praktek dinilai cukup efektif untuk dapat menghasilkan kualitas kompetensi lulusan perguruan tinggi yang mumpuni dibidangnya, karena dalam proses pembelajarannya melibatkan langsung peran mahasiswa dalam proses pembelajaran pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat di perguruan tinggi. Metode pembelajaran tersebut adalah Student Centered Learning atau disingkat SCR. SCR sendiri menurut Cannon dalam (Permana, 2008) adalah suatu paradigma atau pendekatan dalam dunia pembelajaran dan pengajaran di mana didalamnya mahasiswa memiliki tanggung jawab atas beberapa aktivitas penting seperti perencanaan pembelajaran, interaksi antara dosen dan mahasiswa, penelitian, dan melakukan evaluasi bersama terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.

Dalam menerapkan konsep SCR di perguruan tinggi, mahasiswa diharapkan sebagai pembelajar yang aktif dan mandiri dalam proses belajarnya. Mahasiswa bertanggung jawab dan berinitiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya, menemukan sumber-sumber informasi untuk dapat menjawab kebutuhannya, dan membangun serta mempresentasikan pengetahuannya berdasarkan apa yang ia butuhkan dengan cara mendiskusikannya bersama-sama dengan dosen. Pada batas-batas tertentu mahasiswa dapat memilih sendiri apa yang akan dipelajarinya. Dengan anggapan bahwa tiap mahasiswa adalah individu yang unik, proses, materi dan metode belajar disesuaikan secara fleksibel dengan minat, bakat, kecepatan, gaya serta strategi belajar dari tiap mahasiswa. Tersedianya pilihan-pilihan bebas ini bertujuan untuk menggali motivasi intrinsik dari dalam diri mahasiswa untuk belajar sesuai dengan kebutuhannya secara individu.

Sejalan dengan konsep Student Centered Learning, Angele Attard dan tim dari Education International dan European Students Union berpendapat bahwa proses belajar terbaik adalah dengan melibatkan para mahasiswa untuk mempelajari materi pelajaran secara aktif. Di saat yang sama, dosen juga lebih berperan dalam memfasilitasi para mahasiswanya belajar. Beberapa fasilitasi tersebut seperti menugaskan melaksanakan riset, turun lapangan, memberi mereka peluang untuk mempresentasikan hasil kajian, berdiskusi dengan membentuk grup-grup diskusi, dan belajar menyimpulkan hasil diskusinya.

Metode pembelajaran SCR dapat diterapkan dengan menggunakan tujuh konsep penerapan SCR yang akan saya coba uraikan satu persatu. Di bawah ini ada tujuh metode SCR yang penerapannya dapat dilakukan melalui konsep-konsep pembelajaran antara lain sebagai berikut: pertama, Self directed learning. Self Directed Learning merupakan proses pembelajaran dimana seseorang mahasiswa diharuskan memiliki inisiatif dengan atau tanpa bantuan orang lain untuk menganalisis kebutuhan belajarnya sendiri, merumuskan tujuan belajarnya sendiri, mengidentifikasi sumber-sumber belajar, memilih dan melaksanakan strategi belajar yang sesuai dengannya serta mengevaluasi hasil belajarnya. Hal ini dapat dilakukan bersama-sama dengan dosen baik di dalam maupun di luar kelas perkuliahan sesuai dengan waktu yang telah disepakati bersama sebelumnya. Self Directed Learning dilakukan dengan cara dosen terlebih dahulu memberikan penjelasan dan pemahaman secara baik tentang konsep Self Directed Learning tersebut kepada mahasiswa. Selanjutnya dengan konsep ini, dosen bisa melibatkan mahasiswa untuk membuat secara bersama-sama Rencana Pembelajaran Semester (RPS) atau Satuan Acara Perkuliahan (SAP) sesuai kesepakatan dengan tetap beracuan pada standar tujuan kompetensi perguruan tinggi.

Kedua, Collaborative learning. Collaborative Learning merupakan suatu jenis proses pembelajaran metode SCR dengan cara kolaborasi atau penggabungan karya usaha intelektual  mahasiswa bersama dengan Dosen. Bentuk karya intelektual tersebut dapat berupa buku ajar atau buku referensi yang penulisannya dilakukan secara bersama-sama antara beberapa mahasiswa dengan dosen. Melibatkan langsung mahasiswa dalam proses penyusunan buku akan membuat mahasiswa merasakan secara langsung proses pembelajaran baik secara normatif dan empiris sehingga mahasiswa juga dapat merasakan langsung pengalaman didunia akademis dan dunia praktis hingga sampai menuangkannya kedalam bentuk sebuah buku. Dengan melibatkan mahasiswa dalam penyusunan buku referensi akan membuat mahasiswa mengetahui secara mendalam tata cara, seluk beluk dan proses penyusunan sebuah buku.

Ketiga, Small group discussion. Small group discussion merupakan proses pembelajaran dengan melakukan diskusi kelompok kecil. Tujuan diskusi adalah agar mahasiswa memiliki ketrampilan untuk dapat memecahkan masalah terkait materi pokok dan persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Mahasiswa dengan mahasiswa dan mahasiswa beserta dosen saling berdiskusi mengenai tujuan atau sasaran yang sebelumnya sudah ditentukan melalui tukar menukar informasi dari literatur yang telah mereka baca, serta berbagi pengalaman dan gagasan, hingga mempertahankan pendapat atau berbagi solusi pemecahan suatu permasalahan.

Keempat, Project based learning. Project based Learning merupakan proses pembelajaran SCL dengan menggunakan proyek penelitian dan pengabdian masyarakat yaitu dengan melakukan kerja bersama antara dosen dengan mahasiswa sebagai salah satu bagian kegiatan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan, perilaku dan keterampilan dengan pelibatan mahasiswa oleh dosen dalam proyek-proyek penelitian dan pengabdian masyarakat. Penekanan pembelajaran terletak pada aktivitas-aktivitas mahasiswa untuk menghasilkan produk dengan menerapkan keterampilan meneliti, menganalisis, membuat, sampai dengan mempresentasikan produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata. Produk yang dimaksud adalah hasil penelitian atau pengabdian masyarakat bersama. Hasil proyek tersebut dapat berupa desain, skema, karya tulis, karya seni,  karya teknologi dan nilai-nilai. Pendekatan ini memperkenankan mahasiswa untuk bekerja sama secara mandiri maupun berkelompok dalam mengkontsruksikan produk nyata. Mahasiswa dilibatkan secara langsung dalam laboratorium atau melibatkan langsung mahasiswa dalam proses beracara di pengadilan contohnya apabila mahasiswa hukum sehingga mahasiswa dapat langsung menerapkan teori yang telah ia dapat di dalam kelas kelapangan tempat ia bereksperimen dan berimprovisasi dengan ilmu yang sudah pernah ia dapat, yang tentu saja tetap dalam pengawasan dan bimbingan dosen.

Kelima, Discovery learning. Discovery learning adalah proses kemandirian mental dimana mahasiswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Proses mental tersebut antara lain mahasiswa mengamati, mencerna, mengerti, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, menganalisis, dan membuat sebuah kesimpulan. Pembelajaran penemuan ini dapat dilakukan secara terbimbing dengan melibatkan pengajar dari luar sebagai fasilitator dalam proses pembelajarannya. Hal ini dapat dilakukan dengan mengundang beberapa dosen tamu atau dosen luar biasa dari berbagai latar belakang keahlian agar semakin memperkaya wawasan mahasiswa. Mahasiswa yang dibagi menjadi beberapa kelompok dapat menggali keilmuan dari beberapa narasumber berdasarkan keahlian dan keilmuan masing-masing sehingga mahasiswa memperoleh pengalaman yang mendalam terkait dengan objek apa yang mereka ingin ketahui.

Keenam, Simulation. Metode simulasi adalah metode lanjutan dari discovery learning yang diberikan kepada mahasiswa agar dapat menggunakan sekumpulan data, fakta, konsep, dan strategi tertentu. Penggunaan metode tersebut memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berinteraksi sehingga dapat mengurangi rasa takut. Metode simulasi cenderung lebih dinamis dalam menanggapi gejala fisik dan sosial, karena melalui proses pembelajaran ini seolah-olah mahasiswa melakukan hal-hal yang nyata ada. Dengan mensimulasikan sebuah kasus atau permasalahan, seseorang akan lebih menjiwai keberadaannya. Dalam simulasi ini mahasiswa dapat langsung diberikan penugasan seperti melakukan proses peradilan semu pengadilan, membuat sebuah produk, menanam, atau bentuk-bentuk simulasi lain yang membuat mahasiswa dapat merasakan dan mempraktikkan langsung teori-teori yang sudah pernah ia terima.

Ketujuh, Contextual Instruction. Contextual Instruction adalah proses pembelajaran tindak lanjut yang membantu dosen mengaitkan isi mata kuliah dengan situasi nyata dalam kehidupan sehari–hari, hal ini dapat memotivasi mahasiswa untuk membuat keterhubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan sehari–hari. Pada kesempatan ini dosen kembali dapat mengundang pembicara tamu seperti pelaku kerja profesional, seperti Advokat, Arsitek, Hakim, Jaksa, manajer perusahaan, wartawan, politisi, enterpreneur, ataupun pekerjaan lainnya dimana pembicara yang akan diundang tentu harus sesuai dengan jurusan, program studi dan sebelumnya sudah disepakati terlebih dahulu dengan mahasiswa.

Apabila ditarik sebuah kesimpulan dari optimalisasi metode pembelajaran SCR ini dapat saya sampaikan tentang beberapa manfaat atau kelebihan SCR bagi terciptanya peningkatan kualitas kompetensi lulusan pendidikan tinggi di Indonesia antara lain adalah sebagai berikut, pertama menjadikan mahasiswa sebagai bagian integral dari komunitas akademik, dalam hal ini mahasiswa dapat merasakan bahwa pembelajaran menjadi bagian dari miliknya karena mahasiswa diberi kesempatan yang luas untuk berpartisipasi dan mengalami sendiri proses pembelajaran. Kedua, meningkatkan motivasi belajar mahasiswa karena mahasiswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat sehingga mahasiswa dapat merasakan langsung impact dari ilmu yang telah ia pelajari tanpa harus menunggu ia lulus kuliah. Ketiga, mahasiwa menjadi lebih indevenden, dan bertanggung jawab untuk terus belajar karena dalam perjalanan biasanya mahasiswa akan menemukan beberapa kendala antara penerapan teori dalam pelaksanaan praktek, mahasiswa akan dituntut untuk segera memecahkan persoalan yang dihadapinya di lapangan. Keempat, adanya sinergi pembelajaran antara mahasiwa dan dosen, dan kelima membuat mahasiswa menjadi lebih cepat berkembang.

Pada prakteknya, ada beberapa perguruan tinggi yang sudah menerapkan konsep SCR ini, hanya saja perlu optimalisasi dan modifikasi lagi agar konsep SCR ini dapat menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang berkualitas dan kompetensi yang mumpuni baik di dunia kerja maupun dengan membuka lapangan kerja sendiri karena sebelumnya mahasiswa pada masa kuliah telah dididik untuk mampu berkompetisi dan menyelami dunia kerja jauh sebelum mahasiswa tersebut diwisuda.

Waalahualam bisshawab.

 

*Biodata singkat penulis :

Zainudin Hasan,S.H.,M.H

Dosen Universitas Bandar Lampung

Alamat Jl. Untung Suropati, Gang Raja Ratu No.82, Labuhan Ratu, Bandar Lampung

HP/WA/LINE : 081317331084

Email: zainudinhasan@ubl.ac.id

Facebook : Zainudin Hasan

Istagram : zainudinhasan_sbm

 

 

1 comment

  1. Rima 5 years ago May 12, 2020

    Bagus opininya, Like

    REPLY

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *