CALL US NOW 08 123 123 30 71
DONASI

DETEKSI PERMASALAHAN PENDIDIKAN TINGGI INDONESIA

 

Oleh : Ativa Hesti Agustina

Pendidikan merupakan upgrade human capital yang berperan penting dalam peningkatan pembangunan ekonomi suatu negara. Di indoensia menerapkan pendidikan mulai dari dini hingga perguruan tinggi. Yang menjadi soroton kali ini adalah bagaimana peranan perguruan tinggi termasuk universitas dapat menjadi peningkatan human capital. Diketahui bahwa pendidikan tinggi di Indonesia cukup banyak jumlahnya sehingga, Universitas dijadikan wadah untuk menciptakan manusia yang berkualitas yang mampu memenuhi kebutuhan global. Penyelenggaraannya pun tidak luput dari permasalahan.

Permasalahan pertama mengenai undang-undang perguruan tinggi, proses terciptanya perguruan tinggi tidak terlepas dari esensi pendidikan itu sendiri. Pendidikan merupakan usaha dan sistematis untuk mencapai taraf hidup atau kemajuan yang lebih baik. Secara etimologi pendidikan menjadi berkembang atau bergerak dari dalam keluar artinya proses mengembangkan kemampuan diri sendiri (inner abilities) dan kekuatan individu. Dari esensi tersebut maka untuk meningkatkan pendidikan diperlukan regulasi yang jelas secara Indonesia adalah negara hukum. Undang-Undang yang mengatur pendidikan tinggi UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas). Dalam penyelenggaraan pendidikan dan ilmu pengetahuan pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik. Kebebasan akademik ini membuat penyelenggaraan tidak sepenuhnya diawasi jadi tiap universitas akan berlomba-lomba mengejar akreditasi bukan membenahi sistem pendidikannya.

Permasalahan kedua menciptakan lulusan yang belum siap kerja sehingga menciptakan pengangguran, sebagai lembaga yang melakukan penelitian dan menciptakan penemuan-penemuan terbaru selama menjadi mahasiswa namun, disisi lain peluang untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki hanya segelintir sarjana yang dapat terjun ke masyarakat. Data menunjukkan bahwa kesempatan kerja secara agegrat menurun tapi apabila dilihat dari proporsi pendidikannya maka lulusan diploma dan universitas makin banyak yang tidak bekerja atau pengangguran. Dalam sumber Badan Pusat Statistik  (BPS) febuari 2017-2019 tercatat bahwa kenaikan 8,5% untuk lulusan diploma dan 25% untuk pengangguran terbuka pada tingkat Universitas. Hal tersebut tentu sangat miris mengingat yang menganggur adalah insan yang berpendidikan. Salah satu faktor yang menyebabkan ialah pendidikan rendah cenderung lebih menerima pekerjaan apapun berbeda debfab mereka yang memiliki pendidikan tinggi.

Permasalahan ketiga belum terciptanya skema pendidikan yang sesuai dengan kultur pendidikan di Tanah air. Terbukti dari tahun ke tahun mengalami perubahan peraturan mulai dari seleksi penerimaan, bentuk pembayaran, hingga penentuan standar SKS sehingga, setiap program yang dijalankan tidak optimal untuk diterapkan dan sampai saat ini masih berupa formulasi untuk membuat pondasi. Padahal seharusnya sudah berkembang dan membangun menjadi suatu wadah yang tepat sasaran. Disisi lain dinamika perguruan tinggi yang mengarah pada hal yang konsumtif, sebagian besar mahasiswa-mahasiswa menjadi target dari budaya popular yang mengarah pada sifat hedonis kehidupannya yang seharusnya diabdikan pada penilitian dan pengembangan ilmu pengetahuan untuk menciptakan pada karya namun, beralih untuk kehidupan berfoya-foya. Seharusnya mahasiswa menjadi agent of change yang memiliki peranan dalam pengembangan keilmuan untuk menciptakan karya yang bermanfaat untuk masyarakat sekitar.

Dari permasalahan tersebut perlu adanya skema atau kerangka yang kokoh untuk membuka human capital yang berkualitas dan dapat membangun bangunan yang kuat, tangguh dan bermartabat. Bagaimana caranya? Pertanyaan yang bukan hanya diselesaikan oleh pemerintah, lembaga tinggi saja namun, seluruh warga negara harus bahu membahu mencari jalan keluarnya. Dalam menghadapi permasalahan harus bijak untuk memilih, setiap pilihan yang diambil pasti memiliki konsekuensi tersendiri maka, perlu diimbangi dengan kebijaksanaan. Pendidikan perguruan tinggi yang baik harus mampu mencipakan insan yang padat karya artinya setelah lulus mampu menciptakan peluang untuk membuka lapangan kerja ataupun menjadi individu yang memiliki skill baik softskill maupun hardskill untuk menuju dunia kerja. Perlu dipahami bahwa pendidikan yang baik harus memiliki pondasi yang kuat seperti membangun karakter, memberi lingkungan yang suportif dan kondusif, kurikulum yang sesuai dengan perkembangan zaman dan memiliki standar akreditasi terpercaya. Serta menjadikan mahasiswa yang siap bersaing untuk berkarya dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut maka perlu adanya perubahan sistem yang memudahkan masyarakat untuk mengakses pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang berwawasan bela negara, pencetak insan yang memiliki jiwa pantang menyerah dengan memberikan wadah 1 semester untuk berwirausaha dan turun ke lapang (terjun kemasyarakat) untuk survey dan melihat peluang potensi tiap daerah di nusantara. Yang paling penting memiliki jiwa gotong royong saling bahu membahu membantu untuk kemajuan dan pembangunan bangsa Indonesia. Salam Bela Negara, kemajuan Bangsa, pendidikan berbudaya.

 

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *