Tibalah masa Abdurrahman Al-Ghafiqi menyalakan kembali misi pembebasan Prancis. Al-Ghafiqi bersama 50 ribu pasukannya bergerak menuju Prancis Selatan. Ia berhasil mengamankan Kota Albi, Bordeaux, Toulouse, dan Tours. Dengan demikian, seluruh daratan Prancis Selatan telah berhasil dibebaskan. Al-Ghafiqi terus bergerak menuju Paris.
Merasa terdesak, Charles Martel meminta bantuan Paus di Roma untuk mengobarkan peperangan ke seluruh Eropa. Melalui surat, Paus menyeru kepada seluruh raja dan penguasa Eropa agar mengirimkan pasukan berikut persenjataan lengkap menuju Paris. Pasukan gabungan itu berjumlah 400 ribu dengan Charles Martel sebagai panglima perangnya.
Pergerakan pasukan gabungan Eropa didengar Al-Ghafiqi. Ia bersiap menyambut pasukan gabungan Eropa di dataran rendah bernama Chatellerault. Mendengar jumlah pasukan gabungan Eropa yang sangat besar sebanyak 400 ribu prajurit dengan persenjataan lengkap, sebagian pasukan muslimin sempat gentar. Mereka mengusulkan kepada Al-Ghafiqi agar mundur dan pulang ke Andalusia.
“Tugas kita tak lain hanyalah membebaskan manusia dari penghambaan kepada manusia menuju penghambaan hanya kepada Allah, menyelamatkan mereka dari gelapnya kekufuran dan kezaliman menuju cahaya kebenaran dan keselamatan, membebaskan mereka dari perbudakan menuju kemerdekaan,” tegas Al-Ghafiqi dengan semangat berkobar-kobar.
Akhirnya, jiwa pasukan muslimin bening kembali. Mereka mengokohkan diri tetap tinggal di Chatellerault dan menunggu kedatangan musuh. Hidup mulia atau mati syahid, itulah dua pilihan indah yang menanti muslimin.
Perang pun meletus dan berkobar sengit pada akhir Sya’ban (114 H/732 M). Perang ini kemudian disebut sebagai balath al-syuhada karena banyak sekali muslimin yang gugur sebagai syuhada. Perang berkecamuk selama sepuluh hari dengan hebatnya. Pada hari-hari pertama pasukan muslimin lebih unggul. Al-Ghafiqi senantiasa berada pada garis paling depan.
Namun demikian, jumlah pasukan yang jauh dari seimbang cukup menguras energi pasukan muslimin. Muslimin mulai keletihan. Sementara itu, Charles Martel menginstruksikan agar mengincar Al-Ghafiqi. Maka, pasukan gabungan itu terus mengincar Al-Ghafiqi. Dan, akhirnya Al-Ghafiqi pun syahid.
Memori balath al-Syuhada adalah memori yang meremukkan harapan sekaligus membangkitkan spirit pembebasan. Al-Samah, Anbasah, dan Al-Ghafiqi telah merintis jalan pembebasan Prancis. Misi mereka menyampaikan Islam, sebagai risalah global, dan mencahayainya.
Sejarawan Eropa, Edward Gibbon menulis, “Battle of Tours telah menyelamatkan nenek moyang kita, Inggris, dan tetangga kita, Prancis. Seandainya muslimin menang di Tours, takkan ada lagi yang sanggup menghadang mereka.”
Jika sampai hari ini Prancis belum terbebaskan dan tercahayai sepenuhnya oleh Islam, barangkali memang Allah menyisakannya untuk umat Islam akhir zaman sebagai ladang amal saleh untuk kita. Semoga segera tiba masanya Prancis terbebaskan dan tercahayai oleh Islam untuk kemudian mencahayai Roma sebagai perwujudan bisyarah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.