Oleh : Dini Nuris
Budaya olok-olok antara kaum pengusaha atau wiraswastawan dengan pekerja kantoran masih terjadi hingga kini. Begitupun jika sarjana menganggur, memiliki pekerjaan yang dianggap kurang keren/tidak prestisius di masyarakat atau berpendapatan lebih rendah daripada lulusan di bawahnya. Atau masalah lain yaitu tentang anak-anak ranking, patuh, atau ber-IQ tinggi yang di kemudian hari dianggap kalah oleh anak-anak tidak ranking, anak-anak nakal dan pemberontak, atau ber-IQ lebih rendah/rata-rata. Apa yang salah? Apakah dengan kata lain kita harus nakal dan memberontak saja, menjalani pendidikan asal saja dan tidak perlu ranking, atau bahkan tidak perlu belajar agar IQ kita rendah/rata-rata saja? Bila kita mau mencermati, siapa yang paling menderita di sini? Mereka, anak-anak yang ranking, patuh, dan ber-IQ tinggi. Mereka sudah berusaha menjadi anak yang baik, patuh, berusaha keras belajar, bahkan dibenci oleh banyak orang karena iri dengki atas keberhasilannya, atau mengorbankan sebagian masa bermainnya, masa anak-anak, remaja, atau dewasanya plus masih dianggap aneh/alien oleh teman-temannya.
Mengapa anak-anak yang patuh dan unggul di sekolah/kampus menjadi tidak/kurang unggul di luar kampus setelah lulus? Sebagian orang menyoroti karena sekolah/kampus berbeda dengan dunia nyata atau karena apa yang dipelajari di sana masih terlalu umum (generalis), sementara anak-anak yang dianggap nakal/pemberontak biasanya adalah anak-anak yang sudah tahu tentang keinginannya dan hanya berfokus kepada minatnya saja (mendalami lebih sedikit hal). Bagi saya itu ada benarnya, karena nilai rendah dalam rapor/transkrip baik itu nilai per mata pelajaran/per mata kuliah maupun nilai keseluruhan/rata-rata rapor dan IPK yang buruk itu memalukan, bisa tidak lulus, bahkan sulit untuk menuju ke pendidikan jenjang selanjutnya atau bekerja.
Oleh karena itu, banyak bagian dari sistem pendidikan kita yang perlu dibenahi. Termasuk dalam mengatasi kegagalan para alumni (jenjang pendidikan apapun) untuk menjadi manusia yang lebih bermoral (berakhlak baik), tidak berpenyakit hati, serta lebih berfokus kepada kemanfaatan dan sinergi. Bagaimana mereka menjadi tinggi tanpa perlu membandingkan diri dengan orang lain atau merendahkan orang lain.
Berikut ini adalah beberapa hal yang harus diperhatikan untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi di Indonesia:
- Sederhanakan mata kuliah di kampus
Hal ini selain mengacu pada keberhasilan anak-anak nakal/pembangkang karena lebih fokus pada minat tertentu juga sesuai dengan prinsip Pareto, bahwa 20 persen mata kuliah menentukan 80 persen hasil. Jadi, cari apa mata kuliah prioritas dan isi materi yang prioritas di sana. Mata kuliah dan tugas yang terlalu banyak, apalagi kurang bermanfaat, bertele-tele (tidak singkat, padat, jelas, dan terlalu umum/tidak spesifik) serta membosankan penyampaiannya tidak akan memberikan hasil yang baik.
- Pahami cara kerja otak dan ajarkan tentang cara belajar yang efektif, baik itu cara berpikir, mengingat/memperbaiki memori, meningkatkan kecepatan baca, dan sebagainya.
Kita mengenal tokoh-tokoh terkenal di bidang ini, misalnya De Bono, Tony Buzan, dan Jim Kwik. Nah, kita harus menguasai keahlian mereka lalu mengajarkannya pada para dosen dan mahasiswa. Menguasai ilmu-ilmu tersebut dapat mendorong kecepatan belajar, memahami dengan lebih baik, menguasai banyak hal dalam waktu singkat, dan membuat apa yang dipelajari lebih awet di otak/ingatan. De Bono telah membuktikan bahwa dengan menguasai cara berpikir yang benar dapat meningkatkan prestasi para binaannya secara menyeluruh pada berbagai mata pelajaran.
- Hanya sediakan dosen yang ahli, profesional/bertanggungjawab, bersahabat, dan terbuka terhadap pertanyaan, saran, kritik, dan perbaikan.
Tidak semua mahasiswa memiliki keluarga/latar belakang yang baik/indah. Mereka bisa saja memiliki lampiran tidak aman (insecure attachment) yang bisa menghambat/memperburuk hasil studinya. Oleh karena itu, lingkungan yang aman dan bersahabat/ramah sangat diperlukan. Pentingnya lingkungan ini bisa dilihat dari misalnya Ryan Blair. Semula Ryan Blair berada di lingkungan yang tidak aman dan penuh geng, sehingga dia akhirnya menjadi preman juga dan prestasi di sekolahnya memburuk. Namun, begitu dia pindah ke lingkungan yang lebih baik dan ayah baru yang lebih baik dia bisa menjadi multimilyuner.
- Jauh sebelum memasuki bangku perkuliahan, berikan gambaran jelas mengenai jurusan, mata kuliah, pekerjaan atau peluang bisnis di bidang tersebut.
- Perhatikan desain/tata letak/tata ruang kampus dan hal-hal teknis lainnya
Desain ini harus fungsional. Mendesain tempat-tempat asal-asalan bisa memberikan dampak negatif, misalnya jika pada rumah TV diletakkan pada ruang tempat keluarga otomatis bersantai, begitu datang langsung duduk di tempat tersebut, maka peluang anggota keluarganya untuk berlama-lama nonton TV menjadi lebih besar. Atau, contoh lain, jika suatu kampus dekat mall, maka peluang mahasiswanya suka belanja dan kabur ke mall bisa lebih besar.
Desain lokasi ini pernah diaplikasikan secara negatif oleh pemilik usaha judi. Dia menempatkan usaha judinya itu sebelum orang-orang mencapai ruang sebenarnya yang dituju, sehingga orang-orang tersebut tertarik untuk mencoba.
Desain yang saya maksud di sini bisa berupa desain antara bangunan yang satu dengan yang lain, ruangan yang satu dengan yang lain, maupun adanya pernak-pernik/sesuatu/cara di ruangan itu atau di situ.
Selain desain lokasi ruangan, perhatikan pula mengenai pencahayaan, ketersediaan alat dan bahan, kapasitas ruangan yang nyaman untuk belajar mengajar, dan hal-hal penunjang lainnya.
- Jadikan kampus sebagai tempat yang aman dan nyaman, baik dari pelecehan seksual, kekerasan (abuse), perundungan, suap-menyuap, pencurian, jual beli nilai, dan sebagainya.
- Ajarkan mengenai:
- Cara berjualan dan memasarkan
- Cara berpikir
- Cara bernegosiasi
- Cara menghadapi kegagalan
- Cara mengelola waktu
- Cara menginvestasikan uang
- Prinsip-prinsip kesuksesan
- Cara membangun karir
- Cara mengelola keuangan
- Cara menciptakan pengaruh
- Cara memulai bisnis
- Pentingnya bepergian (travel)
- Cara menjadi partner yang baik
- Cara berkomunikasi dengan baik
- Cara membaca pernyataan keuangan (financial statement)
- Cara memilih orang yang tepat dan partner kerja sama
- Cara mengevaluasi kapan harus terus dan kapan harus berhenti
- Cara memilih bidang yang tepat
- Cara agar unggul di persaingan
- Cara menangani orang-orang yang sulit
- Cara mengambil keputusan
- Surat-surat: cara membuat surat penawaran, surat perjanjian, surat lamaran, CV, resume, cara mengurus surat, membutuhkan surat apa saja, menghubungi siapa saja, dan lain-lain.
- Aspek hukum
- Dana: sumber dana, cara mendapatkan dana, menghitung dana yang dibutuhkan, menghitung keuntungan, cara mengatasi jika ternyata rugi/bangkrut, dan sebagainya.
- Cara mendirikan usaha, memilih bentuk usaha yang tepat, menentukan lokasi, melihat peluang usaha, dan lain-lain.
- Cara menemukan tempat kerja yang tepat
- Cara lolos wawancara kerja dan mendapat posisi serta gaji yang diharapkan atau lebih tinggi.
- Cara mempercepat karir di dunia kerja.
- Cara berpindah kerja yang baik.
- Cara menghadapi konflik dan persaingan di dunia kerja, dan lain-lain.
- Ajarkan dan terapkan mengenai pengelolaan energi diri, misalnya memakan makanan yang sehat, cukup, dan seimbang; istirahat yang cukup, mengelola emosi, waktu-waktu optimal sehari-hari, manajemen waktu, tidak multitasking, metode 6 topi de Bono, metode Sprint dan Scrum, dan sebagainya.
- Normalnya, sarjana membutuhkan waktu 4 tahun (8 semester) agar lulus. Jika pada jenjang pendidikan sebelumnya belum diajarkan mengenai cara belajar efektif, maka pada semester awal perkuliahan ini difokuskan untuk mempelajari hal tersebut. Sedangkan jika pada jenjang pendidikan sebelumnya sudah diajarkan, maka kita bisa memulai kuliah dengan pendalaman pengetahuan mengenai jurusan, mata kuliah, dan bidang kerja baik jika kita ingin berbisnis/berwirausaha maupun jika kita ingin bekerja ikut orang. Pada 8 semester tadi, per semesternya/per periode tertentu, para mahasiswa akan beberapa mata kuliah yang saling terhubung lalu langsung dipraktekkan ke dalam suatu contoh gambaran lingkungan kerja nyata (mini lingkungan kerja) dan bekerja di sana selama beberapa waktu. Di sana mereka akan tahu jenis pekerjaan tertentu itu tugasnya apa saja dan mereka cocok/suka atau tidak di dalamnya. Setelah itu, berpindah ke lingkungan kerja berikutnya. Begitu seterusnya hingga maksimal semester 6. Lalu pada semester 7 para mahasiswa sudah harus memutuskan akan lebih mendalami bidang mana/tertarik untuk bekerja sebagai apa.
Jadi, maksud saya, kampus itu sebagai tempat para mahasiswa merancang ide bisnisnya sampai ketika lulus sudah sukses usahanya karena sudah dipantau dan dievaluasi terus-menerus selama masa kuliah. Atau, kampus itu menjadi tempat mahasiswa sudah siap segalanya untuk masuk ke dunia kerja, tidak perlu menambah yang lain lagi karena sudah ahli di bidang spesifik yang dipilih tersebut. Namun, untuk alternatif ke dua ini memang agak susah, karena masih banyak tempat kerja yang berlebihan dalam menetapkan kualifikasi pelamarnya, mereka maunya pelamar bisa segalanya dengan pekerjaan borongan yang dilimpahkan semuanya (serabutan). Mungkin dalam hal ini pemerintah bisa membantu dengan mewajibkan keseragaman kualifikasi bagi posisi tertentu. Misalnya, pekerjaan X di perusahaan A, B, C harus memiliki kriteria 1, 2, 3. Jika pelamar sudah memenuhi kriteria tersebut maka sudah dapat diterima, sedangkan jika ada yang menetapkan kriteria lebih dari itu maka pelamar harus dilatih tersendiri oleh perusahaan tersebut.
Dengan menerapkan poin ke-9 ini mahasiswa sudah praktek langsung, bukan sebatas praktek lab saja. Sehingga, keilmuannya sudah aplikatif dan tidak sebatas teori/mengawang-awang. Waktu yang lama di perkuliahan tidak sia-sia karena mereka belajar ilmu kehidupan yang sesungguhnya.
- Ajarkan/terapkan mengenai pengulangan, waktu jeda yang tepat, strategi pembelajaran yang tepat, seringnya praktek, cara menghindari autopilot (membuat peningkatan keahlian yang disengaja), cara mengatasi kebiasaan buruk dan membangun kebiasaan baik, psikologi-psikologi yang bermanfaat bagi pembelajaran, dan lain-lain.
- Akrabi mahasiswa dan orangtua/wali mahasiswa dan upayakan agar segala hal yang bisa mengganggu mental/hasil studi mahasiswa bisa diminimalkan.
- Budayakan untuk memiliki, menerapkan, dan mengajarkan pandangan yang positif, jangan ada ucapan, tindakan, atau bahasa tubuh implisit yang mengindikasikan merendahkan, membanding-bandingkan, meremehkan, mengabaikan, menolak, menganggap gagal, dan sebagainya. Utamakan akhlak dan kesantunan.
- Penting bagi pemerintah untuk mendukung dan memberi kesempatan yang sama pada berbagai jurusan atau keahlian untuk mendapat tempat di kantor-kantor atau lembaga pemerintah, swasta, maupun BUMN, memberi pelatihan dan bimbingan yang sepadan, dan memiliki kehormatan yang sama (misalnya dengan cara mengganti nama-nama pekerjaan sehingga memiliki asosiasi yang lebih baik). Karena selama ini di antara penyebab masyarakat dalam meremehkan atau mengarahkan anak-anaknya sehingga mendominasi pekerjaan atau jabatan tertentu adalah karena tidak meratanya peluang kerja dan atau rentang gaji yang terlalu jauh berbeda.
- Jika suatu cara, sistem, dosen, mata kuliah, mahasiswa, atau apapun itu buruk maka kita harus perbaiki atau hilangkan dan ganti dengan yang lebih baik. Jangan menunggu kelamaan dan membuat kerusakannya berlarut-larut. Hanya terapkan apa yang bekerja dan apa yang terbaik saja, cobalah untuk selalu memperbaiki diri (update) agar bisa mengikuti perkembangan zaman.
- Perhatikan mengenai piramida Maslow, terutama bagian dasar piramida, misalnya mengenai pemenuhan makanan. Kita tahu bahwa masih banyak mahasiswa yang kuliah dengan penuh keterbatasan dan entah kapan baru bisa makan. Kelaparan yang terjadi bisa sangat mengganggu sehingga mahasiswa jadi tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik/harus sangat bersusah payah.
Di luar sana orang banyak memprotes mengenai buku bajakan, tetapi apa solusinya? Apa masalah yang sebenarnya? Kalau mahasiswa untuk makan atau kebutuhan lain saja susah, bagaimana mereka bisa membeli buku? Padahal, mereka juga ingin pandai, ingin membaca buku. Di saat orang lain banyak yang malas membaca buku, mereka tidak, hanya saja sulit terwujud. Terkadang perpustakaan atau ruang baca memang sudah ada, tetapi belum tepat penanganannya sehingga masalah buku bajakan atau masalah lain terkait buku masih ada dan ini juga perlu diatasi.
Peningkatan kualitas lulusan perguruan tinggi ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi bonus demografi 2030, sekaligus sesuai dengan prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, yaitu terkait peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) (Kominfo.go.id, Wartaekonomi.co.id). Apalagi pemerintah telah mentargetkan, pada 2024, Indonesia mampu menciptakan 80% lulusan perguruan tinggi siap kerja.
Sudah saatnya perguruan tinggi-perguruan tinggi di Indonesia berbenah dengan menerapkan ke-15 cara di atas. Uji cobakan dulu cara-cara tersebut pada skup kecil/kampus tertentu/jurusan tertentu, baru dievaluasi lagi terus-menerus sebelum akhirnya dapat diterapkan secara menyeluruh di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Dengan membaiknya kualitas lulusan perguruan tinggi, Indonesia akan membaik dan lebih maju serta siap menyongsong bonus demografi dengan lebih gembira.