CALL US NOW 08 123 123 30 71
DONASI

Menciptakan Keluarga Penghafal Al-Qur’an? Pasti Bisa!

Haqers, sejarah mengenal Khadijah dan Aisyah di belakang pembawa risalah Islam terakhir. Saat itulah puncak kehormatan wanita berada pada puncaknya, dibebaskan mengenyam pendidikan setinggi-tingginya setara dengan kaum laki-laki, dibebaskan untuk tidak melaksanakan syariat saat sedang halangan, diberi hak waris saat suami atau orang tuanya meninggal, disebutkan Rasulullah bahwa surga pun berada di bawah telapak kaki ibu

Seperti dalam pola keluarga Islami, tidak ada keluarga yang sukses tanpa kehadiran sesosok istri salihah di belakang kepala keluarga. Salihah bukanlah istri yang hanya mengenal salat, puasa, atau bahkan haji sekalipun (bergelar hajah) sebagaimana mindset masyarakat kita.

Salihah dalam pengertian sebenarnya adalah sesuatu yang tidak ada batasnya seiring perkembangan zaman tanpa meninggalkan norma-norma keislaman. Siapa yang tidak ingin mempunyai istri tahu seluk-beluk teknologi, fasih berselancar di internet (untuk hal positif), menyenangkan ketika dipandang suami, segera datang saat dipanggil, berpuasa sunnah dengan kesepakatan bersama, sering mengucap kata-kata mesra untuk seluruh anggota keluarga, atau ibu utama bagi anak-anaknya dengan tidak pelit memberi ASI.

Kami ingin mengajak Haqers berkenalan dengan Dra. Wirianingsih, Bc.Hk. Selain sebagai ibu rumah tangga, banyak aktivitas yang ia lakukan di antaranya menjadi dosen, kuliah pasca sarjana, dan aktivis perempuan. Ia dan suami, Kang Tamim, berhasil mendidik sepuluh anak mereka menjadi seorang penghafal Al-Qur’an.

Lalu, metode apa yang mereka terapkan dalam mendidik putra-putrinya? Kuncinya adalah keseimbangan proses. Begitu simpulan dari metode pendidikan anak-anak sebagaimana tertulis dalam buku “10 Bersaudara Bintang Qur’an.“

Walapun keduanya sibuk, mereka telah menetapkan pola hubungan keluarga yang saling bertanggungjawab dan konsisten satu sama lain. Selepas Magrib jadwal mereka yaitu berinteraksi dengan Al-Qur’an. Guna mendukung kesuksesan program ini, mereka mencanangkan kebijakan sederhana, yakni: menyingkirkan televisi dari rumah, tidak memasang gambar-gambar selain kaligrafi, tidak membunyikan musik yang melalaikan, dan tidak ada perkataan kotor di lingkungan keluarga dan masyarakat.

Hal yang cukup mendasar yang dimiliki keluarga ini sehingga mampu mendidik 10 bersaudara bintang Al-Qur’an adalah visi dan konsep yang jelas.

Pertama adalah menjadikan putra-putri seluruhnya hafal Al-Qur’an.

Kedua, pembiasaan dan manajemen waktu. Setelah Salat Subuh dan Magrib adalah waktu khusus untuk Al-Qur’an yang tidak boleh dilanggar dalam keluarga ini. Sewaktu masih batita, Wirianingsih konsisten membaca Al-Qur’an di dekat mereka, mengajarkannya, bahkan mendirikan TPQ di rumahnya.

Ketiga, mengomunikasikan tujuan dan memberikan hadiah. Meskipun awalnya merasa terpaksa, namun saat sudah besar mereka memahami menghafal Al-Qur’an sebagai hal yang sangat perlu, penting, bahkan kebutuhan. Komunikasi yang baik sangat mendukung hal ini. Dan saat anak-anak mampu menghafalAl-Qur’an, mereka diberi hadiah.

Semoga tulisan di atas dapat memotivasi Haqers untuk menciptakan generasi penghafal Al-Qur’an terbaik, aamiin.

https://www.islampos.com/kisah-ibu-sibuk-yang-mampu-lahirkan-10-anak-penghafal-al-quran-25491/

 

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: